Cari Ilmu Baru

Pemesanan Barang

Barang-barang yang kami jual dapat anda lihat pada menu: Jualan On Line --> Daftar Barang Tersedia. atau klik link Daftar Barang Tersedia.

Untuk Pemesanan Barang, silahkan anda isi formulir dibawah ini!
Pembayaran dilakukan melalui bank ke:

     Atas Nama: Muji Juherwin
     No Rekening BNI: (maaf, saat ini belum tersedia tapi akan di isikan beberapa hari lagi).














Email Pemesanan Barang





















  • Kami akan mengirimkan anda barang setelah uang kiriman anda masuk ke rekening kami.

    Terimakasih.






Berlikunya Jalan ke Surga, Mulusnya Jalan ke Neraka

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)

Mengenal kosa kata
Huffat: Berasal dari kata al-hafaf (الحَفَاف) yang berarti sesuatu yang meliputi sesuatu yang lain yang berarti surga dan neraka itu diliputi sesuatu. Seseorang tidak akan memasuki surga dan neraka kecuali setelah melewati hijab terebut. Dalam riwayat Bukhari kata huffat diganti dengan kata hujibat (حُجِبَت ) yang berarti tabir, hijab ataupun pembatas dan keduanya memiliki makna sama. Hal ini ditegaskan Ibnul Arabi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.

Sebab-sebab kerasnya hati

Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Bada’i al-Fawa’id [3/743], “Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta’ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar terlindung dari hati yang tidak khusyu’, sebagaimana terdapat dalam hadits, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim [2722]).

Janji Tidak Hanya Sebatas Ucapan

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An-Nisaa: 145)

Dalam sebuah hadits shahih bahwa ciri-ciri orang munafik ada tiga: pertama, apabila ia berbicara ia berdusta; kedua, apabila ia berjanji ia mengingkari; ketiga, apabila diberi amanah ia berkhianat. (HR. Muslim)

Dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa janji bukanlah perkara biasa. Meski demikian, kenyataannya janji sering muncul sebatas ucapan, yang begitu saja mudah dilupakan, seolah tiada bekas sama sekali. Padahal, kedudukan janji sangat tinggi pertanggung jawabannya di sisi Allah. Dalam hadits riwayat Muslim sendiri, orang-orang yang senang mengingkari janji dikategorikan sebagai orang-orang munafik.

Menahan Amarah

"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)

Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang berbeda-beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada kekuatan ma'nawiyah (keimananan) seseorang.

Mayoritaskah yang Terbaik??

Di antara kaidah yang ditetapkan oleh para ulama adalah, bahwa “Merebaknya suatu perbuatan tidak menunjukkan atas kebolehannya, sebagaimana tersembunyinya suatu perbuatan tidak menunjukkan atas dilarangnya.”

Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar’iyyah (I/263) berkata, “ Seyogyanya diketahui bahwa hal yang dilakukan oleh banyak manusia adalah bertentangan dengan ketentuan syar’i dan hal tersebut masyhur di antara mereka dan banyak manusia yang melakukannya. Wajib bagi orang yang ‘Arif adalah, tidak mengikuti mereka, baik dalam ucapan maupun perbuatan, dan janganlah dia terpengaruh oleh hal tersebut setelah tersebar jika dalam kesendirian dan sedikitnya kawan”.

Akibat Beramal dan Berbicara tanpa Ilmu

by Abdullah Hadrami

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan di tanya" (QS Al-Isra': 36).

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Barang siapa berbicara tentang al Qur'an dengan akal nya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka" (Hadist seperti ini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Qur'an yang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6, Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami' As-Shahih Sunan Tirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal. 277).

"Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak." (Shahih Muslim, Syarah Arba'in An-Nawawi hal. 21 Pembatalan Kemung-karan dan Bid'ah).

Dari salamah bin Akwa berkata , Aku telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di Neraka." (HR Al-Bukhari I/35 dan lainya).

"Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yang dia dengar." (HR. Muslim dalam muqaddimah shahihnya).

Nasihat Salafus Shalih

• Abu Darda berkata: "Kamu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orang yang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal." (Adab dalam majelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib).

Beliau juga berkata : "Orang-orang yang menganggap pergi dan pulang menuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telah berkurang."

• Imam Hasan Al Basri mengatakan: Tafsir Surat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia(ilmu dan ibadah) dan kebaikan di akhirat (Surga).

• Imam Syafi'i berkata: "Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hen-daklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu', Imam An-Nawawi).

• Imam Malik berkata: "Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dari selainya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid'ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadist-hadist Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya. Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata: Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.

Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinya penyimpangan dikalangan orang-orang yang sesat pada asalnya karena kekeliruan tashawur (pandangan /wawasan) mereka tentang batasan ilmu (Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad bin Abdullah Al-Khur'an, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh, hal. 7).

Orang-Orang salaf berkata :
"Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk (ibadahnya) dan ahli ibadah yang bodoh." (Al-wala'wal bara' hal. 230)

• Imam Asy-Syafi'i memberi nasihat kepada murid-muridnya:
Siapa yang mengambil fiqih dari kitab saja, maka ia menghilangkan banyak hukum. (Tadzkiratus sami' wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87, Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44).

• Abdullah bin Al-Mu'tamir berkata: "Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain." (riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153)

• Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyan mengatakan: "Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan, juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niat yang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan ada artinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah." (Syeikh Abu Ishaq As -Syatibi, Menuju jalan Lurus).

• Ibrahim Al-Hamadhi berkta: Tidaklah dikatakan seorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yang dikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah, sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit (Syeikh Abu Ishaq As –Syatibi, Menuju jalan Lurus).

Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakan seseorang itu ahli ilmu

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Allah SWT berfirman: "Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itu pergi semaunya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali." (At-Taubah: 122)

Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: "Demi Allah tidak ada di dunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau." (Tarikh Bukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari)

Imam Syafi'i berkomentar tentang Imam Ahmad: "Saya pergi dari kota Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalam bidang fiqih, yang paling wara' dalam agamanya dan paling berilmu selain Imam Ahmad." (Thobaqatus Syafi'I, As-Subki / Efisiensi Waktu Konsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91)

Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya [b/]

Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu di kalangan umat manu-sia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umat manusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lau orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu." Dalam riwayat lain: "dengan ra'yu/akal. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan." (HR. Al-Bukhari I/34).

"Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (kebinasaannya)." (Shahih Bukhari bab Ilmu).
"Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu dari orang rendahan." (lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695).

"Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmu yang tidak berguna (ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dan tidak pula merubah akhlakku), dan dari hati yang tidak khusyu', dari nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan." ( HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)

"Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkau anugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah kepadaku ilmu" (Jami' Ash-Shahih, Imam Tirmidzi no. 3599 Juz V hal. 54)

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang bermanfaat dan amal yang diterima" (Hisnul Muslim, hal. 44 no. 73).

"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengetahuinya." (Al-Baqarah: 42).

"Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (Al-Baqarah: 208).

Wallahu a'lam bish-shawab

Beribadah Hanya Pada Bulan Ramadhan???

Sangat disesalkan, ada sebagian orang yang anda lihat pada bulan Ramadhan terus-menerus melakukan shalat lima waktu, tarawih, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Namun, saat bulan Ramadhan sudah berlalu, mereka meninggalkan semua atau sebagian perbuatan taat yang biasa mereka lakukan. Bagaimanakah hukum mereka ini? Apakah amal shalih yang mereka lakukan pada bulan Ramadhan itu diterima Allah? Apa nasihat Syaikh kepada orang-orang seperti ini?

Jawab:

Mengenai bersungguh-sungguh melakukan amal shalih pada bulan Ramadhan merupakan perbuatan yang bagus, (karena) Ramadhan memiliki keistimewaan, dan Ramadhan itu merupakan waktu yang agung. Dan seorang muslim dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amal shalih sepanjang usianya, selama hidupnya, setiap bulannya. Karena usia merupakan kesempatan yang sangat berharga, sementara manusia akan datang ke suatu tempat yanng membutuhkan amalan. Karena balasan pada hari akhirat itu tergantung amalnya.

Jadi, seorang muslim dituntut memanfaatkan hidupnya di dunia untuk beramal shalih, dan mengkhususkan hari-harinya, waktu-waktunya dengan penuh keutamaan dan penuh kebaikan. Seperti halnya pada bulan Ramadhan, hendaknya dia mengkhususkannya dengan ekstra.

Sedangkan mengenai orang-orang yang mengurangi dan meremehkan ibadah-ibadah fardhu, jika bulan Ramadhan telah datang, mereka bersungguh-sungguh dan menjaga shalat-shalatnya, namun jika Ramadhan telah berlalu, mereka lalu meninggalkan ibadah-ibadah fardhu serta menyia-nyiakannya. Orang-orang seperti ini, kesungguh-sungguhannya pada bulan Ramadhan tidak akan diterima.

Dikatakan kepada sebagian ulama Salaf, ”Ada sebagian kaum yang bersungguh-sungguh (melaksanakan ibadah) pada bulan Ramadhan. Jika Ramadhan sudah berlalu, mereka meninggalkan amalan itu.”

Maka ulama tadi berkomentar, ”Sejelek-jeleknya manusia, adalah mereka, hanya mengenal Allah pada bulan Ramadhan (saja).”

Orang-orang ini, amalan mereka tidak diterima, jika mereka meninggalkan ibadah-ibadah fardhu dan meninggalkan shalat. Sedangkan jika hanya meninggalkan sebagian ibadah sunat, maka mereka tidak berdosa, dan diharapkan amalan pada bulan Ramadhan dapat diterima Allah ’Azza wa Jalla. Wallahu a’lam.

Al Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih Al Fauzan, 3/158-159

Ingat! Allah maha tau isi hati setiap makhlik-Nya.

Persiapan memasuki Ramadhan

Sebelum Ramadhan
Sebelum memasuki bulan Ramadhan ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan diantaranya:
1. Berdo'a kepada Allah agar kita dapat bertemu dengan bulan Ramadhan. Juga memohon KepadaNya supaya memberikan kekuatan untuk melaksanakan shaum, qiyamul lail dan amal shaleh lainnya didalam bulan tersebut.
2. Membersihkan jiwa dan hati, bertaubat dengan sebenar-benarnya dari dosa dan perbuatan maksiat. Jangan sampai mengotori bulan Ramadhan dan puasa dengan berbagai kemaksiatan dan dosa. Tak sepantasnya seorang yang melakukan puasa Ramadhan berbuka dengan makanan dari hasil riba, uang sogok dan penghasilan-penghasilan haram lainnya. Tidak patut seorang yang menjalankan puasa disatu sisi namun disisi lain ia meninggalkan shalat lima waktu yang merupakan rukun Islam kedua. Demikian pula mereka yang pada siang hari menahan lapar dan dahaga namun malam harinya tenggelam bersama dentuman musik, asap rokok dan minuman beralkohol.
Untuk mengantisipasi semua itu maka jauh-jauh sebelum memasuki Ramadhan setiap muslim harus segera bertaubat dan berhenti dari segala apa saja yang dapat merusak nilai-nilai kesucian bulan tersebut.
3. Mempersiapkan diri dengan banyak beramal shalih pada bulan Sya'ban terutama sekali puasa. Ini sangat bermanfaat untuk pembukaan dan pengantar sebelum memasuki arena yang lebih besar (Ramadhan). Bulan Ramadhan merupakan bulan dibukanya seluruh kebaikan dan rahmat, hanya mereka yang memiliki ketangguhan, keuletan dan semangat tinggi yang mampu menuai pahala sebanyak-banyaknya. Berpuasa di bulan Sya'ban ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam .
4. Berusaha untuk tafaqquh (memahami) hukum-hukum berkaitan dengan shaum, mengetahui petunjuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam sebelum memasuki Ramadhan, mem-pelajari syarat-syarat puasa, syarat sahnya, pembatal-pembatalnya. Demikian pula kewajiban-kewajiban, larangan, sunnah-sunnah dan yang dibolehkan dalam puasa. Juga tentang amalan lain yang berkaitan dengan bulan Ramadhan seperti qiyamullail, zakat fithrah dan perilaku Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berkaitan dengan diri dan keluarganya ketika bulan Ramadhan.
5. Mempersiapkan acara-acara (kegiatan) dalam mengisi bulan Ramadhan. Diantara kegiatan yang perlu ditekankan adalah qira'atul Qur'an, mempelajari dan menghafalnya, qiyamullail , acara buka puasa bersama, umrah Ramadhan, I'tikaf, shadaqah, dzikir, penyucian jiwa serta amal-amal shalih yang lain secara umum.
Beberapa petunjuk berkenaan dengan puasa Ramadhan
1. Seorang yang dalam keadaan junub tetap harus berniat puasa, meskipun ia mandi janabah setelah terbit fajar (Shubuh).
2. Wanita yang suci dari haidh sebelum fajar tiba (bulan Ramadhan), maka wajib berpuasa walaupun ia mandi besar setelah terbit fajar.
3. Seseorang yang sedang berpuasa dibolehkan mencabut gigi, mengobati luka atau menggunakan obat tetes mata/telinga.
4. Diperbolehkan bagi yang sedang berpuasa untuk bersiwak baik diwaktu pagi maupun siang hari, bahkan itu termasuk sunnah nabi.
5. Untuk mengurangi rasa panas dan dahaga diperbolehkan mempergunakan AC atau membasahi kepala dengan air dingin.
6. Bagi penderita sesak nafas meskipun sedang berpuasa diperbolehkan menyemprot mulut denga sesuatu (berupa udara/gas) yang dapat melonggarkan pernafasan.
7. Orang yang sedang berpuasa diperbolehkan membasahi bibir dengan air bila terasa kering dan juga diperbolehkan berkukmur-kumur namun dengan syarat tidak tertelan.
8. Disunnahkan mengakhirkan sahur hingga menjelang fajar dan segera berbuka setelah matahari terbenam (Maghrib). Diutamakan berbuka dengan kurma rutab (hampir masak), jika tidak ada rutab dengan kurma masak, dan jika tidak ada bisa berbuka denga apa saja yang halal atau cukup dengan minum air apabila tidak menjumpai makanan.
9. Orang yang sedang berpuasa sangat dianjurkan untuk memperba-nyak amalan sunnah, seperti shalat sunnah, membaca Al Qur'an, berdzikir dan bershadaqah.
10. Bagi yang sedang berpuasa tetap diharuskan menjaga dan mengamalkan kewajiban-kewajiban yang lain serta menjauhi perbuatan-perbuatan haram. Hendaklah ia menjaga shalat lima waktu dengan menjalankan tepat pada waktunya dan dengan berjamaah dimasjid bagi kaum pria.
11. Hendaknya selalu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela yang dapat menghapus pahala puasa seperti: berdusta, berbuat curang, menipu, riba/rentenir, berbicara yang haram dan sebagainya.
Aktivitas di bulan Ramadhan
1. Berpuasa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, artinya: "Setiap amal baik manusia akan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat." Allah Ta'ala berfirman: "(Kecuali puasa), amal ibadah ini khusus untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Karena ia telah meninggalkan syahwat makan dan minumnya karena Aku." Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika menemui Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi." (HR Al Bukhari dan Muslim)
2. Qiyamullail
Ia merupakan tradisi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat. Dalam sebuah riwayat, Nabi pernah bersabda: "Barang siapa shalat malam dibulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampunilah dosanya yang telah lalu." (HR.Al Bukhari dan Muslim). Aisyah Radhiallaahu 'anha pernah menceritakan bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat malam, dan jika sakit atau kelelahan beliau shalat dengan duduk.
Qiyamullail (tarawih) di bulan Ramadhan ini sebaiknya dilakukan dengan berjamaah agar tercatat sebagai orang yang melakukan qiyamullail (secara sempurna), sebagaimana disebutkan dalam hadits, artinya: "Barang siapa yang mendirikan shalat malam bersama dengan imam sampai selesai maka dicatat baginya shalat satu malam." (HR penulis As-Sunan)
3. Bersedekah
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang sangat dermawan, terutama sekali pada bulan Ramadhan. Beliau pernah bersabda: "Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR At Tirmidzi).
Bentuk sedekah dibulan suci ini ialah dengan memberi makan kepada saudara kita sesama muslim terutama sekali kepada para fakir miskin dan lebih khusus bagi mereka yang taat dalam beragama. Disebutkan bahwa Abdullah Ibnu Umar Radhiallaahuma 'anhu tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan fakir miskin.
Cara lain bersedekah di bulan Ramadhan ialah dengan memberi buka puasa kepada orang-orang yang berpua-sa secara umum, mengundang mereka berbuka bersama dan lain sebagainya.
4. Bersungguh-sungguh dalam membaca Al Qur'an
Dalam hal ini ada dua poin pokok yaitu:
a. Memperbanyak bacaan Al-Qur'an
Supaya lebih cepat atau lebih banyak dalam menghatamkannya, namun tetap harus memperhatikan kaidah bacaan yang benar. Memperbanyak bacaan Al Qur'an ketika bulan Ramadhan merupa-kan amalan Rasulullah, shahabat dan para Imam kaum muslimin.
b. Menangis ketika membaca Al- Qur'an
Hal ini dapat tercapai dengan cara benar-benar meresapi, merenungkan dan memahami makna dari ayat-ayat yang kita baca sehingga akhirnya tenggelam dalam pengaruh keagungan Al-Qur'an yang menggetarkan hati. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah mengomentari para ahli shuffah (kaum Muhajirin yang tinggal di Masjid Nabawi) yang menangis karena mendengarkan Al-Qur'an surat An Najm 59-60, beliau bersabda, artinya: "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah." (HR Al Baihaqi).
5. Duduk di masjid hingga terbit matahari
Rasulullah n bersabda, artinya: "Barangsiapa shalat fajar dengan ber-jama'ah lalu duduk berdzikir (mengingat) Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua raka'at baginya pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna." (HR. At-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani). Pahala sebesar ini adalah pada hari-hari biasa, maka bagaimana halnya jika itu dilakukan dalam bulan Ramadhan?
6. I'tikaf (Berdiam di Masjid dalam rangka ibadah)
I'tikaf merupakan ibadah yang merangkum berbagai macam ketaatan seperti membaca Al Qur'an, shalat, dzikir, doa dan lain sebagainya. Ibadah ini sangat ditekankan pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan untuk mendapat lailatul qadar. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam selalu melakukan i'tikaf pada setiap sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan pada tahun kewafatannya beliau beri'tikaf duapuluh hari. (Al Bukhari)
7. Umrah di bulan Ramadhan
Tentang umrah dibulan ini Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, artinya: "Umrah di bulan Ramadhan menyamai (pahala) haji." dalam riwayat lain, "menyamai (pahala) haji bersamaku." (HR Al Bukhari dan Muslim).
8. Berusaha meraih lailatul Qadar
Keutamaan malam ini sungguh amatlah besar, sebagaimana difirman-kan oleh Allah dalam surat Al Qadr, artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur'an pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS Al Qadr 1-3)
Nabi juga berusaha untuk mendapatkan lailatul qadar dan memerintahkan para shahabat dan keluarga-nya agar berusaha meraih malam itu.
9. Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar
Di antara waktu-waktu yang mustajab untuk dikabulkannya doa adalah:
o Ketika berbuka.
o Sepertiga malam terakhir, ketika Allah turun ke langit dunia dan berfirman, artinya: "Siapa yang memohon akan Aku beri dan siapa yang minta ampun niscaya akan Aku ampuni."
o Beristighfar di waktu sahur.
o Hari Jum'at terutama di akhir siang-nya (menjelang Ashar).
Disarikan dari buletin An-Nur: Bagaimana Menyambut Ramadhan, Petunjuk Tentang Puasa, Amalan Salaf di bulan Ramadhan

Adab di Hari Jum'at

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istiqomah menegakkan risalah yang dibawanya hingga akhir zaman.
Setiap muslim wajib memuliakan hari Jum'at dan meraih keutamaan-keutamaannya. Caranya adalah dengan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui bermacam amalan ibadah. Hari Jum'at memiliki hukum-hukum dan adab-adab yang harus dipedomani oleh setiap muslim.

Ibnu Qoyyim berkata: "Diantara tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk hari Jum'at adalah mengagungkannya, menghormatinya dan melakukan ibadah-ibadah yang khusus berkaitan dengan hari ini. Oleh karena itu para ulama berselisih pendapat, mana lebih utama; hari Jum'at ataukah hari Arafah? (Zadul Maad: 1/375).
Renungkan wahai saudaraku, berapa banyak Jum'at telah lewat begitu saja tanpa ada perhatian yang layak dari kita. Lebih tragis lagi, banyak orang menunggu datangnya hari ini justru untuk melakukan berbagai kemaksiatan dan penyimpangan.
Diantara hukum-hukum dan adab-adab pada hari Jum'at adalah sebagai berikut:
1. Disunnahkan bagi Imam untuk membaca surat As-Sajadah dan Al-Insan secara lengkap pada saat shalat subuh di hari tersebut. Hal ini didasarkan pada amalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan haruslah diperhatikan bahwa tidak boleh hanya membaca sepenggal saja seperti yang dilakukan sebagian Imam rawatib.
2. Disunnahkan pada hari ini memperbanyak shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan hadits Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Hari-hari kalian yang paling utama adalah hari Jum'at, hari tatkala Adam diciptakan dan diwafatkan, hari tatkala ditiup sangkakala, dan hari dipunahkannya seluruh mahluk. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku, karena sesungguhnya shalawat dari kalian akan diperlihatkan kepadaku". (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan)
3. Shalat Jum'at wajib bagi laki-laki mukallaf (baligh dan berakal), muslim, dan tinggal menetap di suatu tempat. Tidak wajib shalat Jum'at bagi musafir dalam jarak yang dibolehkan baginya qashar, dan bagi budak serta wanita. Tapi siapa yang menghadiri, tetap sah dan mendapat pahala. Kewajiban ini bisa gugur disebabkan sakit, dan rasa takut dan sebab-sebab lain.
4. Disunnahkan mandi untuk melaksanakan shalat Jum'at, berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Bila seseorang hendak melaksanakan shalat Jum'at, hendaklah ia mandi". (Muttafaqun'alaih)

5. Disunnahkan memakai parfum, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbaik. Abu Ayyub Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang mandi pada hari Jum'at, memakai wewangian yang dia punya, mengenakan pakaian terbaiknya, dan keluar menuju masjid dengan tenang, kemudian melakukan ruku’ (shalat) bila memungkinkan, tidak mengganggu jama'ah lain, dan diam
tatkala imam telah keluar (menuju mimbar) hingga selesai shalat, maka akan menjadi penghapus dosa baginya antara dua Jum'at". (HR. Ahmad)

Dan Abu Said Al-Khudri meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Hendaklah mandi besar pada hari Jum'at bagi setiap laki-laki yang telah baligh, bersiwak dan mengoleskan parfum sesuai kemampuan". (HR. Muslim)
6. Disunnahkan bersegera menuju masjid untuk shalat Jum'at. Ini adalah tuntunan Nabi y yang nyaris punah. Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan merahmati siapa yang menghidupkannya.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Bila telah datang waktu Jum'at, malaikat berdiri di depan pintu masjid. Mereka mencatat orang-orang yang masuk secara urut. Yang masuk pertama, laksana berkorban dengan seekor unta, berikutnya dengan seekor sapi, kemudian kambing, lalu ayam dan terakhir telur. Bila imam telah duduk di mimbar, mereka melipat lembaran catatan itu, dan duduk mendengarkan peringatan (dari imam)". (Muttafaqun alaih).
7. Disunnahkan untuk mengisi waktu dengan shalat, dzikir dan membaca Al-Qur'an sampai imam naik ke mimbar. Hadits Salman dan Abu Ayyub terdahulu menunjukkan hal ini.
8. Diwajibkan diam untuk mendengarkan khutbah.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Bila engkau sedang melaksanakan ibadah Jum'at dan mengatakan kepada temanmu: "Diamlah, sementara imam sedang menyampaikan khutbah, maka engkau telah melakukan laghwun (kesia-siaan)".(Muttafaqun alaih).
9. Disunnahkan membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at.
Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Siapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at niscaya Allah akan menganugerahkan cahaya baginya antara dua Jum'at". (HR. Hakim dan Baihaqi, dinilai shahih oleh Albani).

10.Setelah masuk waktu Jum'at, bagi yang wajib Jum'at dilarang melakukan perjalanan sebelum menunaikannya. (Zaadul Ma'ad : 1/382).
11.Dilarang mengkhususkan puasa pada siang hari Jum'at, dan qiyamullail pada malamnya.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian khususkan malam Jum'at untuk tahajjud dan jangan mengkhususkan siangnya dengan puasa, kecuali bila puasa itu bagian dari rangkaian puasa yang ia kerjakan". (HR. Muslim)
12.Diwajibkan bagi yang bermaksud puasa pada hari Jum'at, untuk puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian puasa pada hari Jum'at, kecuali jika kalian puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya". (Muttafaqun alaih, tetapi lafaznya versi Bukhari).
13.Melaksanakan shalat sunnah yang mengiringi ibadah Jum'at yaitu dua rakaat sesudahnya, berdasarkan amaliah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Muttafaqun alaih). Namun riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan shalat empat rakaat setelah Jum'at. (HR. Muslim).
Ishaq berkomentar: "Jika ia shalat di masjid maka shalat empat rakaat, tetapi bila di rumah dua rakaat". Namun menurut Abu Bakar Al-Atsram, ia boleh memilih antara keduanya secara bebas. (Al-Hada'iq. Ibnul Jauzi : 2/183).
14. Jika seorang muslim masuk masjid untuk melaksanakan ibadah Jum'at, sementara imam sedang berkhutbah, hendaklah ia shalat dua rakaat singkat sebelum ia duduk .
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Sulaik Al-Ghathafani masuk masjid, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah, lalu Sulaik duduk, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya:
"Apabila salah seorang diantara kalian menghadiri ibadah Jum'at, sementara imam sedang berkhutbah, hendaklah shalat dua raka’at terlebih dahulu, baru kemudian duduk". (HR. Muslim).
Judul:

الجمعة: أحكام، أداب، فضائل مع تنبيهات على بعض الأخطاء
Karya: Kholid Abu Shalh
Penterjemah: Luqman Hakim Syuhada.

Ridha Vs Pasrah

Ridha berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridha berkaitan dengan perkara keimanan yang terbagi menjadi dua macam. Yaitu, ridha Allah kepada hamba-Nya dan ridha hamba kepada Allah (Al-Mausu'ah Al-Islamiyyah Al-'Ammah: 698). Ini sebagaimana diisyaratkan Allah dalam firman-Nya,

''Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.'' (QS 98: 8).

Ridha Allah kepada hamba-Nya adalah berupa tambahan kenikmatan, pahala, dan ditinggikan derajat kemuliaannya. Sedangkan ridha seorang hamba kepada Allah mempunyai arti menerima dengan sepenuh hati aturan dan ketetapan Allah. Menerima aturan Allah ialah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Adapun menerima ketetapannya adalah dengan cara bersyukur ketika mendapatkan nikmat dan bersabar ketika ditimpa musibah.

Dari definisi ridha tersebut terkandung isyarat bahwa ridha bukan berarti menerima begitu saja segala hal yang menimpa kita tanpa ada usaha sedikit pun untuk mengubahnya. Ridha tidak sama dengan pasrah. Ketika sesuatu yang tidak diinginkan datang menimpa, kita dituntut untuk ridha. Dalam artian kita meyakini bahwa apa yang telah menimpa kita itu adalah takdir yang telah Allah tetapkan, namun kita tetap dituntut untuk berusaha. Allah berfirman,

''Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.'' (QS 13: 11).

Hal ini berarti ridha menuntut adanya usaha aktif. Berbeda dengan sikap pasrah yang menerima kenyataan begitu saja tanpa ada usaha untuk mengubahnya. Walaupun di dalam ridha terdapat makna yang hampir sama dengan pasrah yaitu menerima dengan lapang dada suatu perkara, namun di sana dituntut adanya usaha untuk mencapai suatu target yang diinginkan atau mengubah kondisi yang ada sekiranya itu perkara yang pahit. Karena ridha terhadap aturan Allah seperti perintah mengeluarkan zakat, misalnya, bukan berarti hanya mengakui itu adalah aturan Allah melainkan disertai dengan usaha untuk menunaikannya.

Begitu juga ridha terhadap takdir Allah yang buruk seperti sakit adalah dengan berusaha mencari takdir Allah yang lain, yaitu berobat. Seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khathab ketika ia lari mencari tempat berteduh dari hujan deras yang turun ketika itu. Ia ditanya,

''Mengapa engkau lari dari takdir Allah, wahai Umar?'' Umar menjawab, ''Saya lari dari takdir Allah yang satu ke takdir Allah yang lain.''

Dengan demikian, tampaklah perbedaan antara makna ridha dan pasrah, yang kebanyakan orang belum mengetahuinya. Dan itu bisa mengakibatkan salah persepsi maupun aplikasi terhadap makna ayat- ayat yang memerintahkan untuk bersikap ridha terhadap segala yang Allah tetapkan. Dengan kata lain pasrah akan melahirkan sikap fatalisme. Sedangkan ridha justru mengajak orang untuk optimistis.

Wallahu a'lam.

Allah Memberikan yang Terbaik

Bismillahirrohmanirrohiim..

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Dalam ayat ini ada beberapa hikmah dan rahasia serta maslahat untuk seorang hamba. Karena sesungguhnya jika seorang hamba tahu
bahwa sesuatu yang dibenci itu terkadang membawa sesuatu yang disukai,sebagaimana yang disukai terkadang membawa sesuatu yang dibenci, iapun tidak akan merasa aman untuk tertimpa sesuatu yang mencelakakan menyertai sesuatu yang menyenangkan.

Dan iapun tidak akan putus asa untuk mendapatkan sesuatu
yang menyenangkan menyertai sesuatu yang mencelakakan.
Ia tidak tahu akibat suatu perkara, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta"ala mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh hamba.

Dan ini menumbuhkan pada diri hamba beberapa hal:

1. Bahwa tidak ada yang lebih bermanfaat bagi hamba daripada melakukan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala, walaupun di awalnya terasa berat.

Karena seluruh akibatnya adalah kebaikan dan menyenangkan, serta kenikmatan-kenikmatan dan kebahagiaan. Walaupun jiwanya benci, akan tetapi hal itu akan lebih baik dan bermanfaat.

Demikian pula, tidak ada yang lebih mencelakakan dia daripada melakukan larangan, walaupun jiwanya cenderung dan condong kepadanya.Karena semua akibatnya adalah penderitaan, kesedihan, kejelekan, dan berbagai musibah.

Ciri khas orang yang berakal sehat, ia akan bersabar dengan penderitaan sesaat, yang akan berbuah kenikmatan yang besar
dan kebaikan yang banyak. Dan ia akan menahan diri dari kenikmatan sesaat yang mengakibatkan kepedihan yang besar dan penderitaan yang berlarut-larut.

Adapun pandangan orang yang bodoh itu (dangkal), sehingga ia tidak akan melampaui permukaan dan tidak akan sampai kepada ujung akibatnya. Sementara orang yang berakal lagi cerdas akan senantiasa melihat kepada puncak akibat sesuatu yang berada di balik tirai permukaannya. Iapun akan melihat apa yang di balik tirai tersebut berupa akibat-akibat yang baik ataupun yang jelek.

Sehingga ia memandang suatu larangan itu bagai makanan lezat
yang telah tercampur dengan racun yang mematikan. Setiap kali kelezatannya menggodanya untuk memakannya, maka racunnya menghalanginya (untuk memakannya). Ia juga memandang perintah-perintah

Allah Subhanahu wa Ta'ala bagai obat yang pahit rasanya, namun mengantarkan kepada kesembuhan dan kesehatan.

Maka, setiap kali kebenciannya terhadap rasa (pahit)nya menghalanginya untuk mengonsumsinya, manfaatnyapun akan memerintahkannya untuk mengonsumsinya.

Akan tetapi, itu semua memerlukan ilmu yang lebih, yang dengannya ia akan mengetahui akibat dari sesuatu. Juga memerlukan kesabaran yang kuat, yang mengokohkan dirinya untuk memikul beban perjalanannya, demi mendapatkan apa yang dia harapkan di pengujung jalan.

Kalau ia kehilangan ilmu yang yakin dan kesabaran maka ia akan terhambat dari memperolehnya. Tetapi bila ilmu yakinnya dan kesabarannya kuat, maka ringan baginya segala beban yang ia pikul dalam rangka memperoleh kebaikan yang langgeng dan kenikmatan yang abadi.

2. Di antara rahasia ayat ini bahwa ayat ini menghendaki
seorang hamba untuk menyerahkan urusan kepada Dzat yang mengetahui akibat segala perkara serta ridha dengan apa yang
Ia pilihkan dan takdirkan untuknya, karena dia mengharapkan dari-Nya akibat-akibat yang baik.

3. Bahwa seorang hamba tidak boleh memiliki suatu pandangan
yang mendahului keputusan Allah Subhanahu wa Ta"ala, atau memilih sesuatu yang tidak Allah Subhanahu wa Ta"ala pilih serta memohon-Nya sesuatu yang ia tidak mengetahuinya. Karena barangkali di situlah kecelakaan dan kebinasaannya, sementara ia tidak mengetahuinya.

Sehingga janganlah ia memilih sesuatu mendahului pilihan-Nya.
Bahkan semestinya ia memohon kepada-Nya pilihan-Nya yang baik
untuk dirinya serta memohon-Nya agar menjadikan dirinya ridha
dengan pilihan-Nya. Karena tidak ada yang lebih bermanfaat
untuknya daripada hal ini.

4. Bahwa bila seorang hamba menyerahkan urusan
kepada Rabbnya serta ridha dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala pilihkan untuk dirinya, Allah Subhanahu wa Ta'ala pun akan mengirimkan bantuan-Nya kepadanya untuk melakukan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala pilihkan, berupa kekuatan dan tekad serta kesabaran. Juga, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan palingkan darinya segala yang memalingkannya darinya, di mana hal itu menjadi penghalang pilihan hamba tersebut untuk dirinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala pun akan memperlihatkan kepadanya akibat-akibat baik pilihan-Nya untuk dirinya, yang ia tidak akan mampu mencapainya walaupun sebagian dari apa yang dia lihat pada pilihannya untuk dirinya.

5. Di antara hikmah ayat ini, bahwa ayat ini membuat lega hamba dari berbagai pikiran yang meletihkan pada berbagai macam pilihan. Juga melegakan kalbunya dari perhitungan-perhitungan dan rencana-rencananya, yang ia terus-menerus naik turun pada tebing-tebingnya.

Namun demikian, iapun tidak mampu keluar atau lepas dari apa
yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah taqdirkan. Seandainya ia ridha dengan pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala maka takdir akan menghampirinya dalam keadaan ia terpuji dan tersyukuri serta terkasihi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bila tidak, maka taqdir tetap akan berjalan padanya dalam keadaan ia tercela dan tidak mendapatkan kasih sayang-Nya karena ia bersama pilihannya sendiri.

Dan ketika seorang hamba tepat dalam menyerahkan urusan
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan ridhanya kepada-Nya, ia akan diapit oleh kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya dalam menjalani taqdir ini. Sehingga ia berada di antara kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Kasih sayang-Nya melindunginya dari apa yang ia khawatirkan, dan kelembutan-Nya membuatnya merasa ringan dalam menjalani taqdir-Nya.

Bila taqdir itu terlaksana pada seorang hamba, maka di antara sebab kuatnya tekanan taqdir itu pada dirinya adalah usahanya untuk menolaknya. Sehingga bila demikian, tiada yang lebih bermanfaat baginya daripada berserah diri dan melemparkan dirinya di hadapan taqdir dalam keadaan terkapar, seolah sebuah mayat. Dan sesungguhnya binatang buas itu tidak akan rela memakan mayat.

(Diterjemahkan oleh Qomar ZA dari buku Al-Fawa`id hal. 153-155)

Bandingkan Cinta Anda Dengan Cinta-Nya!

Cinta adalah memberi, dengan segala daya dan keterbatasannya seorang pecinta akan memberikan apapun yang sekiranya bakal membuat yang dicintainya senang. Bukan balasan cinta yang diharapkan bagi seorang pecinta sejati, meski itu menjadi sesuatu yang melegakannya. Bagi pecinta sejati, senyum dan kebahagiaan yang dicintainya itulah yang menjadi tujuannya.
Cinta adalah menceriakan, seperti bunga-bunga indah di taman yang membawa kenyamanan bagi yang memandangnya. Seperti rerumputan hijau di padang luas yang kehadirannya bagai kesegaran yang menghampar. Seperti taburan pasir di pantai yang menghantarkan kehangatan seiring tiupan angin yang menawarkan kesejukkan. Dan seperti keelokan seluruh alam yang menghadirkan kekaguman terhadapnya.
Cinta adalah berkorban, bagai lilin yang setia menerangi dengan setitik nyalanya meski tubuhnya habis terbakar. Hingga titik terakhirnya, ia pun masih berusaha menerangi manusia dari kegelapan. Bagai sang Mentari, meski terkadang dikeluhkan karena sengatannya, namun senantiasa mengunjungi alam dan segenap makhluk dengan sinarannya. Seperti Bandung Bondowoso yang tak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sakuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.
Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta. Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan.
Tentang Cinta itu sendiri, Rasulullah dalam sabdanya menegaskan bahwa tidak beriman seseorang sebelum Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada selain keduanya. Al Ghazali berkata: "Cinta adalah inti keberagamaan. Ia adalah awal dan juga akhir dari perjalanan kita. Kalaupun ada maqam yang harus dilewati seorang sufi sebelum cinta, maqam itu hanyalah pengantar ke arah cinta dan bila ada maqam-maqam sesudah cinta, maqam itu hanyalah akibat dari cinta saja."
Disatu sisi Allah Sang Pencinta sejati menegaskan, jika manusia-manusia tak lagi menginginkan cinta-Nya, kelak akan didatangkan-Nya suatu kaum yang Dia mencintainya dan mereka mencintai-Nya (QS. Al Maidah:54). Maka, berangkat dari rasa saling mencintai yang demikian itu, bandingkanlah cinta yang sudah kita berikan kepada Allah dengan cinta Dia kepada kita dan semua makhluk-Nya.
Wujud cinta-Nya hingga saat ini senantiasa tercurah kepada kita, Dia melayani seluruh keperluan kita seakan-akan Dia tidak mempunyai hamba selain kita, seakan-akan tidak ada lagi hamba yang diurus kecuali kita. Tuhan melayani kita seakan-akan kitalah satu-satunya hamba-Nya. Sementara kita menyembah-Nya seakan-akan ada tuhan selain Dia.
Apakah balasan yang kita berikan sebagai imbalan dari Cinta yang Dia berikan? Kita membantah Allah seakan-akan ada Tuhan lain yang kepada-Nya kita bisa melarikan diri. Sehingga kalau kita "dipecat" menjadi makhluk-Nya, kita bisa pindah kepada Tuhan yang lain.
Tahukah, jika saja Dia memperhitungkan cinta-Nya dengan cinta yang kita berikan untuk kemudian menjadi pertimbangan bagi-Nya akan siapa-siapa yang tetap bersama-Nya di surga kelak, tentu semua kita akan masuk neraka. Jika Dia membalas kita dengan balasan yang setimpal, celakalah kita. Bila Allah membalas amal kita dengan keadilan-Nya, kita semua akan celaka. Jadi, sekali lagi bandingkan cinta kita dengan cinta-Nya. Wallahu a'lam bishshowaab.
(Bayu Gautama. Thanks to Herry Nurdi akan artikel "Belajar Mencinta"nya)