Purdue University mengembangkan metode baru untuk menghasilkan hidrog en dari logam camp uran aluminum. Metode tersebut -yang telah dipatenkan- memberikan pemecahan masalah pada penyimpanan dan pengiriman hidrogen. Hal tersebut akan menjadikan hidrogen menjadi lebih ekonomis. Demikian menurut Jerry Woodall, seorang profesor teknik elektro dan komputer di Purdue University. Hasil penemuan tersebut berawal ketika Woodal bekerja sebagai peneliti di industri semionduktor pada tahun 1968. Ketika ia akan membersihkan wadah yang digunakan untuk mencampur gallium dengan alluminium, air yang digunakan untuk membersihkan wadah tersebut berubah menjadi asap. Dari situlah awal penelitiannya tentang hidrogen dengan menggunakan media gallium dan alluminium bermula.
Hidrogen yang dihasilkan hanya sebatas pada kebutuhan saat itu. Tehnologi tersebut diharapkan mampu mendorong perkembangan mesin dengan pembakaran dalam ( internal combustion engines ) di berbagai aplikasi, termasuk genset portabel, gergaji mesin dan sebagainya. Di dalam teori, teknologi tersebut juga bisa diterapkan sebagai pengganti bensin di mesin kendaraan. Hanya dengan menggantikan injektor bensin dengan injektor hidrogen, maka sebuah kendaraan berbahan bakar hidrogen telah siap untuk dikendarai. Hidrogen dihasilkan secara spontan, ketika air ditambahkan pada butiran-butiran logam campuran yang terbuat dari alluminium dan gallium. Alluminium sebagai logam campuran dengan gallium mempunyai sifat untuk menarik oksigen di dalam air. Reaksi tersebut memisahkan oksigen dan hidrogen di dalam air, dan melepaskan hidrogennya. Gallium sebagai bagian paling penting digunakan untuk menghalangi pembentukan lapisan yang biasanya terjadi ketika permukaan alluminium mengalami oksidasi, dan mempertahankan proses pemisahan oksigen dengan hidrogen tetap berlangsung. Gallium meleleh pada temperatur rendah dan melarutkan alluminium serta menjadikannya menjadi butiran -butiran yang bersifat reaktif terhadap air ( seperti diketahui, alluminium dalam bentuk padat tidak bereaksi terhadap air). Produk sisa yang dihasilkan adalah gallium dan aluminium oksida yang biasa disebut alumina.
Menurut Woodal, agar teknologi tersebut kompetitif secara ekonomi dengan bensin, biaya pendaurulangan alluminium oksida harus ditekan. Aluminium oksida -alumina- bisa didaur ulang dengan menggunakan metode fused salt electrolysis dengan menggunakan sumber energi listriknya yang didapatkan dari pembangkit listrik energi alternatif. untuk alasan ekonomis, pembangkit tersebut sebaiknya adalah pembangkit off grid karena biaya yang dibutuhkan untuk membuat pembangkit listrik off grid lebih murah diban ding untuk keperluan on grid. Sementara itu Gallium tidak mengalami reaksi apapun dalam proses tersebut, sehingga dapat didaur ulang terus menerus. Hal tersebut penting karena Gallium relatif jauh lebih mahal dibanding dengan alluminium. Jika proses daur ulang tersebut diterapkan, maka banyak industri gallium yang bersedia menghasilkan gallium kualitas rendah (saat ini gallium dengan kualitas yang lebih baik digunakan di industri semikonduktor).
Hidrogen yang dihasilkan hanya sebatas pada kebutuhan saat itu. Tehnologi tersebut diharapkan mampu mendorong perkembangan mesin dengan pembakaran dalam ( internal combustion engines ) di berbagai aplikasi, termasuk genset portabel, gergaji mesin dan sebagainya. Di dalam teori, teknologi tersebut juga bisa diterapkan sebagai pengganti bensin di mesin kendaraan. Hanya dengan menggantikan injektor bensin dengan injektor hidrogen, maka sebuah kendaraan berbahan bakar hidrogen telah siap untuk dikendarai. Hidrogen dihasilkan secara spontan, ketika air ditambahkan pada butiran-butiran logam campuran yang terbuat dari alluminium dan gallium. Alluminium sebagai logam campuran dengan gallium mempunyai sifat untuk menarik oksigen di dalam air. Reaksi tersebut memisahkan oksigen dan hidrogen di dalam air, dan melepaskan hidrogennya. Gallium sebagai bagian paling penting digunakan untuk menghalangi pembentukan lapisan yang biasanya terjadi ketika permukaan alluminium mengalami oksidasi, dan mempertahankan proses pemisahan oksigen dengan hidrogen tetap berlangsung. Gallium meleleh pada temperatur rendah dan melarutkan alluminium serta menjadikannya menjadi butiran -butiran yang bersifat reaktif terhadap air ( seperti diketahui, alluminium dalam bentuk padat tidak bereaksi terhadap air). Produk sisa yang dihasilkan adalah gallium dan aluminium oksida yang biasa disebut alumina.
Menurut Woodal, agar teknologi tersebut kompetitif secara ekonomi dengan bensin, biaya pendaurulangan alluminium oksida harus ditekan. Aluminium oksida -alumina- bisa didaur ulang dengan menggunakan metode fused salt electrolysis dengan menggunakan sumber energi listriknya yang didapatkan dari pembangkit listrik energi alternatif. untuk alasan ekonomis, pembangkit tersebut sebaiknya adalah pembangkit off grid karena biaya yang dibutuhkan untuk membuat pembangkit listrik off grid lebih murah diban ding untuk keperluan on grid. Sementara itu Gallium tidak mengalami reaksi apapun dalam proses tersebut, sehingga dapat didaur ulang terus menerus. Hal tersebut penting karena Gallium relatif jauh lebih mahal dibanding dengan alluminium. Jika proses daur ulang tersebut diterapkan, maka banyak industri gallium yang bersedia menghasilkan gallium kualitas rendah (saat ini gallium dengan kualitas yang lebih baik digunakan di industri semikonduktor).
mari mencoba tuk buat inovasi terbaru.,
BalasHapus